Kalangan Milenial Dinilai Masih Enggan Jamah Batik Sogan

Rabu, 02 Oktober 2019 - 21:57 WIB
Kalangan Milenial Dinilai Masih Enggan Jamah Batik Sogan
Kalangan Milenial Dinilai Masih Enggan Jamah Batik Sogan
A A A
JAKARTA - Seiring perkembangan fesyen, batik dinilai bukanlah hal kuno lagi. Bahkan, berkat tangan kreatif para desainer, kini batik hadir dengan beragam mode yang trendi. Dengan padu padan yang tepat, batik bisa dikenakan di berbagai acara, mulai dari formal hingga santai.

Sayangnya, bagi kaum milenial, Iwet Ramadhan, yang merupakan pelestari dan pemerhati batik, menilai bahwa penggunaan batik masih belum relevan. Umumnya, mereka hanya menggunakan batik dengan satu warna dan lebih mengutamakan kebutuhan dasar dibandingkan membeli batik yang merupakan sebuah budaya Indonesia.

"Yang masih menjadi problem belum dipecahkan sekarang gimana batik relevan dengan anak muda. Karena batik sogan enggak ada yang mau pakai. Mereka paling pakai satu warna. Syukurnya ada desainer yang buat batik relevan dengan anak muda," kata Iwet saat peluncuran botol Piegeon di Pacific Place, Jakarta, Rabu (2/10).

"Sedangkan anak muda, fresh grade untuk beli batik harga Rp1 juta, gajinya berapa? Mending buat ke cafe, nonton konser, belanja online, beli produk Jepang. Yang penting pakai baju aja udah," tambahnya.

Iwet yang sudah berkecimpung di dunia batik sejak lama ini pun mengakui batik, khususnya batik tulis memiliki harga yang cukup mahal. Alasannya tak lain karena proses pembuatan batik tulis yang terbilang rumit dan tidak mudah serta panjang. Dia pun sudah berusaha membuat batik semurah mungkin agar dilirik kaum milenial.

"Sampai sekarang aku enggak punya solusi. Jujur. Ini khayal. Mahal banget. Ini kayak beli lukisan. Aku sudah usaha untuk dimurahin, satu kali celup paling murah Rp600 ribu, belum jahit. Dijual Rp1 juta. Batik cap Rp300 ribu, dijual Rp600 ribu. Ini masih harus dicari (solusi). Kainnya dimurahin atau gimana karena sampai sekarang, kainnya aja masih ekspor," jelasnya.

"Anak muda pakai batik itu relevan sama mereka, enggak kuno. Enggak kunonya terpecahkan dan akhirnya belinya tetap print dan pas ada THR. Itu pun cuma satu lagi. Jadi dalam hal ini yang diuntungkan industri besar," lanjutnya.
(nug)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4537 seconds (0.1#10.140)